“Dalam kesenangan, mudah sekali melupakan Tuhan. Dalam
kesusahan, susah sekali melupakanNya.”
“Yang penting bukan seberapa lama kita hidup tetapi yang
penting adalah seberapa bergunanya kita bagi sesama selama kita hidup”
“Terkadang masalah kita terlihat seperti raksasa dan kita
harus mengangkat kepala kita untuk melihat raksasa tersebut. Namun, perlu
diingat Tuhan melihat masalah tersebut dengan menundukan kepalaNya karena
masalah kita terlalu kecil buat Dia.”
“Kita putus!” Masih terngiang ditelingaku kalimat yang
diucapkan Agnes dua jam yang lalu.
Aku hanya diam membisu. Seolah ada sesuatu yang tajam
menusuk ke dalam hatiku.
“Kamu ngga kayak cowok teman-teman aku yang lain. Kalau mau
dibandingin kayak langit dan bumi deh. Semuanya pada cerita tentang kehebatan
dan kelebihan pacar mereka sedangkan aku? Aku ngga tau harus ngomong apa!”
Aku memilih diam dan mendengarkan alasannya memutuskan
hubungan kami yang sudah berjalan dua tahun. Tepatnya hari ini kami dua tahun
jadian.
“Masa hari gini dia ngga punya Blackberry?! Yang ada hanya
Hp butut nan tua. Yang bisa untuk sms dan telpon doang. Sedangkan pacar
teman-teman aku, jangankan BB, iphone pun punya. Trus kamu ngga pernah jemput
aku. Jangankan pake mobil. Sepeda aja ngga punya, apa lagi motor! Ke mana-mana
naik angkot. Duh, padahal Jakarta kan panas dan berdebu di mana-mana. Coba
lihat tuh, cowoknya si Ririn. Mau naik mobil apa aja bisa. Tinggal pilih yang
ada di garasi rumahnya. Sopir ngga cuma satu tapi lebih. Ke mana aja pasti
dianterin. Sementara, kamu?! Jauh banget……”
Aku mencoba menahan rasa sakit tersebut.
“Kamu tidak pernah ajak aku makan di kafe atau restoran yang
berkelas gitu. Yang ada minum es teh dan makan bubur di pinggir jalan. Kan kalo
teman-teman aku liat bisa gengsi aku. Gengsi segengsi gengsinya. Gokil,
malu-maluin banget sebanget bangetnya!”
Hatiku hanya berbisik, “Jadi selama ini kamu malu kalau aku
ajak kamu makan di pinggir jalan?”
“Kamu ngga pernah ngasih aku kado atau sesuatu yang “mahal”
gitu. Coba, si Keisha yang baru jadian satu bulan ama si Tio, pake liontin emas
putih. Sedangkan aku? Mimpi kali yeeee….”
Akhirnya bibirku pun mengeluarkan kalimat tersebut. “Maaf,
kalau selama kita jadian aku tidak bisa seperti pacar teman-teman kamu. Terima
kasih kalau kamu pernah hadir dalam hidupku. Seharusnya dari awal kamu tau
kalau aku hanya anak yatim piatu yang tidak memiliki apa-apa.”
Detik berikutnya aku hanya melihat punggung Agnes yang
meninggalkanku. Meninggalkan sebuah luka dihatiku.
*****
“Ko Tara!” teriak Daniel menyambut kedatanganku. Sebuah
pelukan hangat membalut tubuhku. Sambutan Daniel menjadi obat sakit di hatiku.
Aku membalas pelukannya. Detik berikutnya air mataku jatuh
tak tertahan. Aku tidak pernah menyesal terlahir dikeluarga yang miskin. Aku
tidak pernah menyalahkan Tuhan ketika aku harus kehilangan kedua orang tuaku
lima tahun yang lalu. Waktu mereka pergi untuk selama-lamanya, Daniel baru
berusia dua tahun. Beruntung waktu itu aku baru saja menyelesaikan bangku SMA.
Aku harus membesarkan Daniel sendiri dengan hasil uang yang
aku dapat dari menjadi seorang fotografer dan usaha Wedding Organizer yang aku
rintis.
“Kamu sudah makan?” tanyaku sambil menatap wajah Daniel.
“Aku nunggu koko! Aku mau makan dengan koko!”
Aku memperhatikan wajah Daniel! Pucat! Sementara ada tanda
bercak darah pada kulitnya yang putih.
“Kamu ngga kenapa-napakan, Dan?” Tanyaku penuh dengan
kekuatiran.
“Koko, Daniel sehat-sehat saja! Cuma tadi sempat mimisan!”
Aku terkejut mendengar jawaban Daniel.
“Selesai makan nanti kita ke dokter ya?”
“Daniel, takut di suntik!”
“Kamu ngga usah takut! Kan ada koko! Disuntik cuma kayak
digigit semut merah.”
“Ya, udah! Tapi aku ditemanin sama koko ya?”
Aku menggangukkan kepalaku tanda setuju.
*****
Daniel dirujuk ke Bagian Anak di salah satu Rumah Sakit di
Jakarta . Di rumah sakit itu, sumsum tulang belakangnya diambil. Ternyata
trombositnya rendah, sedangkan sel darah putih berlebihan. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan, ia positif terjangkit leukemia dan harus menjalani
pengobatan selama dua tahun.
Pada tiga bulan pertama, Daniel dikemoterapi dan diberi obat
antikanker (stitostika). Setiap kali mendapat pengobatan, ia muntah, nyeri pada
sendi, dan rambut rontok. Sel kanker pun menjalar hingga ke bagian otak.
Harapan untuk sembuh kian tipis.
“Koko! Daniel sayang koko!” ucap Daniel ketika memelukku
diatas ranjangnya.
“Koko juga sayang Daniel! Tuhan pasti sembuhkan kamu!” aku
mencoba menghiburnya. Setiap hari aku meyakinkannya, kalau dia pasti sembuh.
“Besok, Daniel sudah bisa pulang!”
Mungkin itu berita gembira bagi Daniel. Tapi bagiku, tidak!
Uang tabunganku sudah habis untuk membiayai pengobatan Daniel. Dua hari yang
lalu aku terpaksa menjual kameraku untuk menutupi biaya yang belum aku lunasi.
Daniel tidak akan mendapatkan terapi lagi.
“Daniel, malu!”
“Malu kenapa sayang?”
“Kepala Daniel botak!”
“Tapi koko ngga pernah malu punya adik yang kepalanya
botak!”
“Koko, minggu depan Daniel ulang tahun yang ke delapan loh!”
Aku menatap Daniel. “Koko ingat kok! Daniel mau kado apa?”
Daniel berpikir sejenak.
“Daniel cuma mau sembuh. Daniel ngga mau kado apa-apa.”
“Serius? Daniel suka SpongeBobkan?”
“Suka banget!”
“Mau ngga kalo koko kasih boneka SpongeBob?”
“Mau!” sahut Daniel dengan semangat!
*****
Aku berdiri terpaku mendengar suara merdu Daniel. Hari ini
aku membawa Daniel ke Gereja. Aku tidak menyangka kalau dia akan maju ke altar
dengan kursi rodanya dan menyanyikan sebuah pujian.
Tak Terbatas Kuasa-Mu Tuhan
Semua Dapat Kau Lakukan
Apa Yang Kelihatan Mustahil Bagiku
Itu Sangat Mungkin Bagi-Mu
Reff :
Di Saat Ku Tak Berdaya
Kuasa-Mu Yang Sempurna
Ketika Ku Percaya
Mujizat Itu Nyata
Bukan Kar’na Kekuatan
Namun Roh-Mu Ya Tuhan
Ketika Ku Berdoa
Mujizat Itu Nyata
Bridge :
Mujizat Itu Dekat Di Mulutku
Dan Ku Hidup Oleh Percaya
Aku melihat beberapa jemaat meneteskan air mata.
“Kalau Daniel masih bisa hidup hari ini itu karena mujizat
dari Tuhan Yesus. Terima kasih untuk Koko Dewantara yang selama ini membesarkan
Daniel sendiri. Daniel janji, Daniel ngga akan nakal! Daniel Sayang koko!”
tutur Daniel setelah mengakhiri pujiannya.
*****
“Koko, kenapa nangis?” tanya Daniel dengan lemah.
Hari ini keadaan Daniel kritis. Terpaksa aku membawanya ke
rumah sakit.
Aku menghapus air mataku.
“Tuhan sembuhkan atau tidak, bagi Daniel Tuhan tetap baik!”
Aku menggangukan kepalaku tanda setuju dengan ucapannya.
“Koko…. Terima kasih buat boneka SpongeBobnya ya!”
“Sama-sama sayang.”
Daniel mengambil sesuatu dibalik bantalnya. Lalu dia
melihatnya dengan lemah.
Foto kedua orang tuaku bersama aku dan Daniel yang masih
bayi.
“Koko, maafin Daniel ya kalo selama ini Daniel nakal dan
repotin koko. Nanti kalo Daniel ke Surga, Daniel akan cari mama dan papa. Koko
ngga usah kuatir lagi.”
Aku memeluk Daniel. Ya Tuhan! Aku belum siap kehilangan
Daniel!
Dengan pelan Daniel mengucapkan sebait doa sambil memeluk
boneka SpongeBobnya.
Tuhan….
Aku lapar! Sangat Lapar!
Tapi aku tidak ingin meminta makanan.
Aku hanya minta berkati mereka yang kelaparan sepertiku.
Tuhan…
Aku sakit! Sangat sakit!
Tapi aku tidak meminta kesembuhan.
Aku hanya minta sembuhkan mereka yang sakit sepertiku.
Tuhan…
Aku sebatang kara!
Tapi aku tidak meminta boneka.
Aku hanya minta hiburkan mereka yang kesepian.
Tuhan…
Bajuku penuh tambalan.
Tapi aku tidak meminta baju baru.
Aku hanya minta berkati mereka yang berkekurangan.
Tuhan…
Aku tidak ingin mujizat-Mu.
Meski aku tahu, Engkau sanggup melakukan-Nya.
Aku hanya minta, tunjukkan mujizatmu kepada mereka yang
tidak mempercayai-Mu.
Tuhan…
Kalau nanti aku meninggal.
Aku tidak ingin ada yang menangis.
Tapi aku ingin mereka tersenyum. Tersenyum karena aku
bertahan hingga akhirnya.
Tuhan…
Malam ini aku tidak meminta apa-apa untuk diriku.
Jadilah kehendakmu di bumi seperti di Surga.
Karena aku tahu, bersama-Mu semuanya akan Engkau berikan.
AMIN
Detik berikutnya Daniel menatapku dengan lembut dan lemah.
Perlahan-lahan matanya tertutup rapat. Air mataku jatuh berderai tak tertahan.
----------
Banyak orang bertanya "kenapa sejak saya ikut Tuhan koq
hidup saya malah seperti ini dan itu" dari situ kita bisa belajar tentang
ketulusan hati dlm mengasihi Tuhan Yesus, bisakah kita tetap mencintai Yesus
walaupun Tuhan tdk memberkati kita, bisa kah kita tetap mengasihi Yesus
walaupun Tuhan Yesus tdk sembuhkanmu, bisa kah kita tetapi mengasihi Yesus
walaupun Yesus tdk menolongmu...
Kiranya renungan ini bisa menjadi sebuah pelajaran bagi
kita, bisakah kita mencintai Allah dan mengasihi Allah dengan tulus tanpa
mengharapakan apa2 dariNYA.
Adopted from : bundapenolongabadi.blogspot.com
Adopted from : bundapenolongabadi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar